Ticker

6/recent/ticker-posts

Mengapa Korea Selatan Memiliki Tingkat Bunuh Diri Yang Tinggi?


TIMESZONA
- Kementerian kesehatan dan kesejahteraan Korea Selatan menyebut bahwa angka kematian bunuh diri Korea atau jumlah bunuh diri per 100.000 orang adalah 24,7 pada tahun 2018 laporan yang berdasar pada database  cd health statistik 2021, ini sekaligus menunjukkan angka tersebut lebih dari dua kali lipat dari rata-rata tingkat bunuh diri negara organization for economic cooperation and development atau di sini, memangnya apa yang kalian harapkan dari Korea Selatan di balik gemerlap dunia hiburan dan standar kecantikan yang berpijak di sana tersirat sisi gelap masyarakat yang jauh dari kata aman dan nyaman faktanya Korea Selatan memiliki tingkat bunuh diri tertinggi di antara negara-negara yang menjadi anggota istri dan melalui artikel berikut kita akan mengurai alasannya.

Kompetisi tanpa akhir, jika hanya membayangkan betapa indahnya kisah cinta drama korea sepertinya kalian harus mengetahui beberapa fakta betapa kerasnya kehidupan di negeri ginseng itu, sebab bukan rahasia lagi banyak warga Korsel yang mengalami depresi karena tekanan sosial yang tinggi dan kesulitan ekonomi, mari memulainya dari hal paling mengerikan yang telah dianggap biasa oleh masyarakat di sana yakni budaya kompetitif, jika kalian penikmat drama korea mungkin beberapa di antara kalian ada yang pernah menonton sky castle yang tayang pada tahun 2019 lalu nah melalui serial ini kalian bisa melihat sisi gelap obsesi terhadap sekolah sekolah elite yang menampilkan para perempuan dari kalangan superkaya.

Karena tekanan sosial yang dibebankan pada siswa seorang anak perempuan akhirnya berbohong bahwa ia berkuliah di universitas harvard selama satu tahun, masyarakat korea selatan terkenal sangat kompetitif, namun kompetisi mereka sudah masuk level yang menyiksa karena sejak sd mereka sudah dituntut untuk mengikuti kursus tambahan sepulang sekolah hingga pukul sepuluh malam, tujuannya tidak lain agar bisa masuk universitas bergengsi.

Yang kita bisa menyebutkan sebagai standar sukses di mana jalan menuju sukses ala masyarakat bisa dilihat dari segi pendidikan bergantung di institusi mana mereka menempuh pendidikan untuk lulusan universitas nasional seoul universitas korea dan universitas johns banyak kesempatan terbuka, namun bagi lulusan universitas lain harus berjuang lebih keras lagi tetapi, apakah tekanan sosial akan selesai ketika masuk universitas impian tentu saja tidak sebab budaya kompetitif yang menyiksa akan berlanjut sampai ke universitas dan dunia profesional.

Junk sumanang kepada dia mengatakan ada persaingan tanpa akhir mereka hanya menjalani hidup sehari-hari menjaga hidup itu sendiri sangat berat itu penderitaan dan satu-satunya kebahagiaan yang mereka rasakan adalah dalam hal hal yang sangat kecil seperti makan sesuatu yang enak kesehatan mental di bawah tekanan, ternyata tekanan sosial tidak hanya datang dari kompetisi tanpa akhir tapi juga melalui perundungan utamanya lewat sosial media.

Untuk kasus ini kita bisa berkaca pada kasus paling terkenal yang menimpa mantan member dari girl grup yang ini sulit juga temannya go hara yang merupakan mantan member dari grup karena keduanya diduga bunuh diri pada tahun 2019, karena merasa tertekan akan cyber bullying atau online abuse yang mereka dapatkan dari sosial media, adapun kasus bunuh diri lainnya yang terkenal di kalangan idol pernah terjadi pada tahun 2017 yang dilakukan oleh Kim Jong anggota boy band.

Selain itu ada aktris inhil pada tahun 2020 serta aktris muda yuk juga pada Agustus 2020 lalu masih berdasar pada pendapat jangan langsung, nah ia menjelaskan bahwa media sosial berperan dalam kasus bunuh diri para selebritis di Korea Selatan, segala sesuatu yang dilakukan dan dikatakan selebriti tersebut di ungkap dimanipulasi dikritik dan terkadang kadang didorong oleh politik identitas menunjukkan kebencian, alasan lain yang mengindikasikan tekanan pada sejumlah selebriti selain komentar jahat adalah persoalan privasi yang tidak terlindungi, pendapatan yang tidak stabil serta kecemasan terhadap masa depan.

Perasaan kurang dan efek pandemi akumulasi dari kompetisi dan tekanan sosial dan pak akhir akan berujung pada kesehatan mental, hingga akhirnya akan ada di antara mereka yang memilih untuk bunuh diri karena selalu merasa kurang, ada semacam virus yang menyebar di masyarakat di mana mereka selalu membandingkan diri sendiri dengan orang lain, dari kebiasaan tersebut membuat pelaku bunuh diri merasa tertekan jika mengetahui ada orang yang jauh di atasnya tidaknya itu depresi akibat pandemi pun diperkirakan akan menjadi penyebab bunuh diri berikutnya.

Pada paruh pertama tahun dua ribu dua puluh ketika pandemi melanda negara itu terjadi lonjakan 30% kasus bunuh diri pada perempuan muda, sebagaimana konsekuensi sosial dari pandemi semakin membebani perempuan di negara tersebut, namun yang paling mencengangkan adalah perasaan kesepian yang ditimbulkan, dalam artian kalau pun tidak bunuh diri nyari sepertiga penduduk Korea berisiko mati kesepian sebuah survei bersama yang dilakukan oleh gelap Korea dan surat kabar lokal salesman moon pada 1.008 orang dewasa di seluruh Korsel.

Pada Desember 2020 satu menunjukkan 45,9% responden mengatakan mereka merasa lebih sendirian dibandingkan dengan era pandemi, hal ini disadari pemerintah Korea selatan yang kemudian memberikan layanan konseling psikologis cuma-cuma kepada masyarakat, di sisi lain panggilan darurat pun diterbitkan termasuk didirikannya pula pusat dukungan pemulihan bagi mereka atau keluarga yang terpapar pandemi.

Ketidaksetaraan gender, selama sepuluh tahun terakhir angka bunuh diri perempuan muda Korea selatan meningkat sekitar 5% per tahun, jika dihubungkan dengan kesepian perasaan kesepian di antara laki-laki meningkat dari 15,6% pada tahun 2019 menjadi 21,2 setahun kemudian, sementara pada perempuan naik dari 21,5% menjadi 23,4% berdasarkan laporan statistik research institute 2021, faktanya kasus bunuh diri di Rorea selatan ternyata didominasi oleh laki-laki.

Meskipun jumlahnya sekitar dua banding satu, namun nyatanya lebih banyak perempuan yang mencoba untuk bunuh diri, sebagaimana diketahui pemuda Korea selatan merasa risih dengan aktivisme para feminis beberapa tahun terakhir, hingga muncullah sebuah gerakan yang disebut anti feminis padahal kesenjangan upah berbasis gender di Korea selatan masih yang terbesar di antara negara-negara manapun dan itu nyata di sana perempuan mendapat gaji 31,5 lebih sedikit daripada laki-laki.

Selain itu perempuan korsel mendapat skor terendah dalam indeks gelas seiring hambatan dalam berkarier yang dipublikasikan di ekonomi, pada 2021 lalu yakni 25 dari seratus poin atau kurang dari separuh rata-rata seorang istri enggak masuk akal jika tekanan yang dirasakan kaum perempuan cukup besar dalam masyarakat, ini juga berlaku bagi kalangan selebriti di mana mereka yang berjenis kelamin perempuan mendapat lebih banyak tekanan dan ujaran kebencian di sosial media, dari orang yang tadi kita bisa menyimpulkan bahwa tingginya tingkat bunuh diri di Korea selatan datang dari tingginya tekanan sosial yang diperburuk oleh ketidaksetaraan gender anak laki-laki dan perempuan.

Kesehatan mental yang tidak terjaga hingga rasa kesepian yang terpelihara membawa orang orang ini merujuk pada satu solusi pasti yakni pilihan mengakhiri hidup mereka yang bunuh diri pada awalnya akan merasa insecure, uncertainty, mudah panik, merasa tidak pernah dihargai, dan dicintai atau bahkan merasa selalu sendiri, sehingga mereka berpikir tidak akan ada yang bisa menolong dari sini pemerintah Korea selatan, kemudian mengusahakan perawatan kesehatan yang disesuaikan dengan usia jenis kelamin dan status sosial ekonomi dari masyarakat yang membutuhkan bantuan di tahun 2018, menurut kalian adakah faktor lain yang menjadi penyebab dari tingginya tingkat bunuh diri di Korea selatan.

Posting Komentar

0 Komentar